oleh

Pembangunan Objek Wisata Milik FG Alias Ferry Merusak Hutan Manggrove Desa Minaesa

MINUT- Hutan Manggrove di pesisir pantai Desa Minaesa, kabupaten Minahasa Utara rusak akibat reklamasi yang dilakukan oknum tak bertanggung jawab untuk membuka objek wisata.

Lebih memiriskan lagi diduga pembangunan objek wisata yang di infokan warga milik FG Alias Ferry tersebut tidak mengntongi Ijin.

Dari pantauan media suarakawanua.com pembangunan sangat nampak jelas telah menimbun hingga memangkas hutan bakau yang tumbuh subur di daerah tersebut.

Tentunya hal ini sangat merugikan masyarakat karena merusak biota dan ekosistem laut bahkan mengancam keselamatan warga sekitar dari gelombang air laut.

“Jika hutan bakau di potong atau dirusaki akan terasa dampaknya kepada kami warga pesisir. Namun kami sebagai warga kecil yang kesehariannya sebagai nelayan tidak bisa berbuat apa-apa, kami berharap pihak terkait untuk segera bertindak, ” Beber Warga Minaesa yang enggan menyebutkan namanya.

Pernyataan warga tersebut diperkuat Hukum Tua Desa Minaesa saat dikonfirmasi oleh media, dimana bangunan tempat usaha tersebut milik Ferry.

“Kalau tempat itu samua tau milik Ferry Gunawan, ” Beber Saprin Fanah Hukum Tua Desa Minanga.

Fanah menjelaskan pihaknya selaku Pemerintah Desa tidak mengetahui adanya pembangunan tersebut.

“Sebelum saya menjabat Kepala Desa tempat itu memang sudah ada, namun untuk adanya pembangunan saya tidak tau kerena tidak ada pemberitahuan kepada kami, ” ungkap Fanah.

Ditanya terkait Ijin pembangunan Milik Ferry, Fanah selaku Hukum membantah pihak pemdes telah lakukan koordinasi terkait ijin.

“reklamasi tersebut dikatakan tidak ada pemberitahuan kepada Pemerintah Desa. Untuk ijin saya tidak tau kepada siapa mereka mendapatkannya ,” Pungkas Fanah.
Reklamasi untuk membangun tempat usaha milik Ferry tampak terlantarkan bahkan mengalami kerusakan.

Diketahui untuk hutan mangrove sendiri dilindungi Undang-Undang (UU) RI nomor (no) 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Untuk perusakan Mangrove dikenai sanksi penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 20 tahun. Ada juga denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp50 miliar jika melanggar UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

(David)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

News Feed