MANADO–Upaya mendorong pemahaman anti radikalisme terhadap mahasiswa di Sulawesi Utara (Sulut), Ormas kepemudaan dan kemahasiswaan Garda NKRI Sulut menggelar dialog publik yang mengangkat tema “Merajut Kebhinekaan : Menolak Radikalisme Dari Utara Sulawesi”.
Dimana, acara yang dihadiri puluhan mahasiswa yang dari berbagai perguruan tinggi serta perwakilan OKP dan juga mendatangkan pembicara kawakan, seperti Ketua MUI Sulut KH Abdul Wahab Abdul Gafur Lc, Ketua Pemuda Katolik Lexi Mantiri, pemuda GMIM Feki Korto itu dilaksanakan, di Hotel Manado Bersehati, Kamis (22/3) tadi.
Dalam sambutanya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Garda NKRI Fino Mongkau mengatakan, mahasiswa dan pemuda memiliki peran penting terhadap menjaga dan merawat kebhinekaan di bangsa ini. Kata dia, apalagi Sulut merupakan daerah yang paling dianggap final dalam bertoleransi.
Masyarakat yang berbagai macam suku dan agama, tinggal berdekatan berdampingan sejak berabad-abad telah terbangun di bumi Nyiur Melambai ini. Maka dengan itu mari bersama-sama kita perlihatkan ke seluruh Indonesia bahwa Sulut adalah laboratoriumnya toleransi dan pluralisme. Datanglah belajar ke Sulut jika ingin merasakan langsung keberagaman yang hakiki,”ungkap Mongkau yang juga putra Sulut itu.
Sementara itu, salah satu pembicara yang hadir KH Abdul Wahab Abdul Gafur Lc menuturkan, radikalisme sudah ada sejak dahulu kala, sejak awal mula manusia dicipta. Jadi menurutnya, generasi muda saat mesti berperan penting dalam mengawal dan menghalang masuknya paham radikalisme yang begitu kencang merong-rong keutuhan negara Indonesia.
“Apalagi kita ketahui bersama kampus-kampus merupakan sasaran empuk bagi paham radikalisme. Sehingga itu, penting didorong dialog dan diskusi-diskusi seperti ini. Yang didalamnya berisi mahasiswa serta pelajar, sebagai benteng yang terdidik,”terang Kyai sepuh Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Disisi lain, Ketua Pemuda Katolik Lexi Mantiri mengungkapkan, agama mana pun di dunia tak ada satupun yang mengajarkan paham radikalisme. Kata dia, gerakan-gerakan ekstrim saat itu terjadi karena murni kepentingan politik, seperti apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini.
“Di Sulut menurut saya sudah final. Kerukunan di daerah ini sudah menjadi kajian para pakar. Banyak yang datang ke Sulut hanya ingin melihat bagaimana kehidupan masyarakat yang hidup bersama-sama di atas golongan yang berbeda-beda,”terang wartawan senior itu.(Irv)
Komentar